Partus (Parturition) adalah proses kelahiran ternak yang dimulai dari persiapan kelahiran yang diikuti oleh perubahan hormon dan reaksi fisik ternak untuk mendukung kelahiran normal. Setelah melalui masa kebuntingan ternak sapi selama kurang lebih 9 bulan, tiba masa untuk proses kelahiran yang melibatkan proses persiapan pelepasan feotus yang telah siap lahir dari uterus. Proses reproduksi dikatakan komplit dan berhasil adalah ketika ternak sudah lahir dengan sehat dan normal.

Fase partus ini cukup krusial dalam siklus reproduksi ternak karena tidak menutup kemungkinan mengalami kegagalan. Penelitian menyebutkan bahwa pada proses kelahiran sapi memiliki tingkat mortalitas sampai dengan 5%. Oleh karena itu sangat penting untuk memahami proses partus secara kompleks agar dapat menghindari kemungkinan terburuk.

Proses partus pada ternak sapi juga diikuti dengan sekresi susu (laktogenesis) sehingga dapat menyediakan suplay nutrien yang cukup bagi neonatal (ternak yang baru lahir). Proses partus dan laktasi ini dikontrol oleh sistem endokrin yang saling berinteraksi dan tersingkronisasi.

Artikel ini akan membahas mengenai proses partus yang normal serta berbagai masalah yang mungkin timbul selama proses partus dan bagaimana mekanisme kontrol fisiologis yang terjadi pada ternak sapi.

Perubahan Hormon pada Akhir Gestasi

Setelah sebelumnya kita dapat mengetahui proses kebuntingan pada ternak sapi, termasuk perubahan hormon yang terjadi selama kebuntingan, kali ini akan dibahas mengenai perubahan hormon yang terjadi pada akhir gestasi sebagai bagian dari proses partus.

Telah kita ketahui bahwa corpus luteum, placenta, dan kelenjar adrenal berperan penting menjaga level progesteron selama masa kebuntingan sapi. Jika corpus luteum dihilangkan pada fase akhir gestasi ini, meskipun tidak menyebabkan keguguran (karena progesteron masih disekresikan oleh kelenjar adrenal) tetapi dapat menyebabkan partus yang abnormal.

Baca Disini: Interaksi Corpus Luteum dengan Uterus

Progesteron memiliki fungsi utama pada proses kebuntingan ternak sapi. Setelah terjadi ovulasi sebagai hasil dari proses folikullogenesis, corpus luteum yang dibentuk dari dinding folikel yang diovulasi yang distimulasi oleh Leutinising Hormone (LH)  mulai mensekresikan progesteron. Sekresi progesteron ini menginisiasi uterus untuk proses implantasi zygot melalui penebalan endometrium uterus.

Level progesteron terus dijaga selama kebuntingan sampai mendekati tahap akhir kebuntingan dan levelnya mulai turun pada akhir kebuntingan yang menandai dimulainya proses partus. Plasma progesteron mulai turun secara bertahap selama 20 hari terakhir fase kebuntingan dan menurun drastis pada 2 atau 3 hari terakhir sebelum proses partus.

Partus adalah proses yang melibatkan sistem endokrin yang berhubungan dengan aktivasi hypothalamus-gonadal-adrenal (HPA) axis oleh fetus pada fase akhir kebuntingan. Pada fase akhir kebuntingan sapi, konsentrasi plasma corticosteroid meningkat kira-kira 15 kali pada 20 hari terakhir kebuntingan. 

Fetus yang siap lahir mengaktifkan HPA aksis di hypothalamus dan melepaskan corticotrophin releasing factor menuju hipofisa. Hipofisa merespon dalam bentuk sekresi adenocorticotrophin hormone (ACTH) yang menstimulasi adrenal korteks untuk melepaskan cortisol.

Plasenta yang menerima kehadiran cortisol menyebabkan penurunan sekresi progesetron dan meningkatkan sekresi estorgen dan PGF2@. Meningkatnya PGF2@ di plasenta menyebabkan kontraksi uterus yang yang menstimulasi servix dan vagian serta terjadi peningkatan perejanan yang tidak normal.

Pada ternak domba dan ruminansia lain, meningkatnya konsentrasi plasna cortisol menginisiasi aktivitas 17-hydroxylase dan 1729 lyase di plasenta, dan meningkatkan biosintesis estrogen relatif terhadap progesteron. Meningkatnya ratio estrogen terhadap progesteron ini yang menginisiasi proses pelepasan fetus dari uterus menuju kelahiran.

Pada proses partus, ovarium juga mensekresikan relaxin yaitu hormon protein yang berfungsi terhadap relaksasi serviks serta mengontrol aktivitas myometrial uterus sebelum dan selama proses partus.

Tahapan Partus pada Ternak Sapi

Partus atau proses kelahiran ternak terjadi dalam 3 tahap yaitu:

  • Tahap pertama: tahap pesiapan, pada tahap ini ligament pelvik mengendur dan terjadi pelebaran serviks.
  • Tahap kedua: pelepasan fetus menuju kanal pelvik.
  • Tahap ketiga: pelepasan membran dan involusi awal uterus.

Tahap Awal Partus

Tahap awal kelahiran melibatkan persiapan induk dan fetus untuk proses kelahiran. Selama fase ini terjadi kontraksi reguler pada myometrium uterus dengan frekuensi antara 12-14 kali kontraksi per jam. Pelekatan kolagen plasenta mulai mengendur dan serviks mulai melebar yang disebabkan oleh kontraksi dan juga kerusakan jaringan kolagen yang ada.

Pada tahap awal partus ini sapi menujukkan gejala ketidaknyamanan diantaranya adalah sapi sering melenguh, menendang-nendang perut, terlihat gelisah dan berpisah dari kawannya, serta memperlihatkan gerakan punggung yang melengkung dan ekornya terangkat. Jika tanda-tanda ini mulai muncul artinya sapi sudah pada tahap awal partus.

Pada tahap ini, fetus di uterus mengalami perubahan posisi dimana kaki depan mulai memanjang ke arah pelvic untuk persiapan kelahiran. Fase awal partus ini berlangsung kira-kira 6-24 jam, namun pada sapi tua atau yang sudah sering melahirkan dapat lebih pendek.

Tahap Kedua Patus

Pada tahap ini ditandai dengan meningkatnya frekuensi kontraksi pada otot-otot abdominal yang menyebabkan isi abdominal tertekan. Kontraksi myometrium juga meningkat sampai 48 kali per jam dengan diikuti kontraksi abdominal 8-10 kali setiap kontraksi myometrium. Pada tahap ini sapi sering terlentang.

Kontraksi myometrium mendorong fetus dari rongga abdominal menuju rongga pelvik yang selanjutnya menyebabkan kontraksi abdominal (perejanan).

Tekanan fetus menuju serviks dan anterior vagina menstimulasi dilepaskannya oxytosin dari kelenjar posterior pituitary, yang selanjutnya merangsang kontraksi lebih lanjut pada myometrium uterus. Mekanisme ini adalah busur refleks neuroendokrin atau lebih dikenal sebagai refleks Ferguson (Ferguson’s Reflek).

Pada tahap kedua partus ini allantochorion ruptur sehingga menyebabkan keluarnya cairan melalui vulva. Selama proses kontraksi berlanjut, amnion juga mulai muncul di vulva serta kaki depan fetus sudah mulai nampak. Pada tahap ini juga biasanya diikuti dengan pecahnya kantung ketuban yang berfungsi memberi pelumasan pada jalur lahir fetus.

Gambar 1. Deposisi Fetus pada Tahap Partus (Redrawn dalam Ball dan Peters, 2004)

Setelah kepala pedet sudah dikeluarkan, kontraksi abdominal berhenti sementara sebelum bagian tubuh lainnya keluar secara utuh. Tali pusar biasanya putus secara spontan selama proses pengeluaran pedet. Lamanya proses tahap kedua partus ini dapat berlangsung antara 0,5 sampai 4 jam.

Tahap Ketiga Partus

Setelah pelepasan fetus dari uterus selesai, kontraksi abdominal juga menurun, namun kontraksi myometrium masih terus berlanjut. Proses ini bertujuan untuk melepaskan dan mengeluarkan selaput ketuban yang masih tertinggal. Proses ini dapat memakan waktu hingga 6 jam, tetapi jika lebih dari 24 jam kemungkinan besar disebabkan oleh penyebab patologis.

Setelah selaput janin sudah dikeluarkan, kontraksi myometrium terus berlanjut demikian pula pelepasan oxitosin dan PGF2@ yang diikuti dengan perubahan ukuran uterus secara berangsur-angsur kembali ke ukuran semula yang dikenal sebagai involusi uterus. Ukuran tanduk uterus berangsur-angsur mengecil kira-kira setengah dari diameternya setelah hari ke 5 postpartum dan pada 15 hari postpartum panjangnya juga menjadi setengah lebih pendek. Pada sapi normal proses involusi uterus ini dianggap selesai sepenuhnya setelah 30 hari postpartum.

Selama tahapan partus sebaiknya ternak sapi diwasi secara ketat agar kita dapat mengamati proses yang terjadi dan dapat memberikan pertolongan untuk mempermudah proses partus. 

Baca Juga: Perubahan Hormon selama Masa Kebuntingan Ternak

Referensces:

Ball, P.J.H., and Peters, A.R. 2004. Reproduction in Cattle. Blackwell Publishing, Oxford, UK